Pemahaman akan sejarah menyebabkan terjadainya perspektif yang berbeda-beda. Salah satu perspektif yang mendasar bagi sejarah adalah pandangan antra ilmu dan seni. Perbedaan yang menyolok dan anggapan yang berbeda-beda untuk menrangkan sebuah makna sejarah. Kuntowijoyo telah menerangkan secara ringkas dan jelas pada buku pengantar ilmu sejarah yang diuraikan pada baba empat di buku tersebut.
Sejarah sebagai ilmu dibagai dalam beberapa sub bagian penjelasan. Sub-sub tersebut sebagai berikut:
Sejarah itu empiris yang berdasarkan pengalaman-pengalaman manusia. Sering sekali sejarah dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam. Perbedaan antara sejarah dengan ilmu alam tidak terletak pada cara kerja, namun pada objek penelitiananya. Sejarah meneliti tentang manusia sedangkan ilmu alam meneliti tentang kebendaan. Dapat dimengerti bahwa bahwa ilmu alam akan menghasilkan hukum yang berlaku umum dan pasti sedangkan sejarah menghasilkan hukum tidak sepasti ilmu alam.
Sejarah juga memiliki objek yang dikaji karena sering kali sejarah dianggap sebagai ilmu yanag tidak memiliki objek yang jelas. Sejarah memiliki objek berupa manusia dalam waktu. Waktu dalam pandangan sejarah tak lepas dari manusia. Kemudian, sejarah mampu untuk mengeluarkan teori-teori sendiri yang didasarkan pada objek yang berbeda dengan ilmu-ilmu sosial. Objek penelitian yang berbeda dalah ilmu-ilmu sosial meneliti tentang manusia sedankan sejarah meneliti manusia dalam waktu. Dengan daya kemampuan untuk mengeluarkan teori-teori sejarah juga mempunyai generlisasi. Namun, generalisasi sejarah bersifat idiografis, yang sangat tergantung pada tempat dan waktu teori tersebut bisa dipakai. Dalam penelitian studi sejarah, maka sejarah memerlukan metode dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Metode digunakan sebagai dasar menarik kesimpulan secara hati-hati.
Setelah diyakini bahwa sejarah adalah sebagai ilmu. Kemudian apa yang bisa diberikan ilmu sejarah? Sejarah mampu memberikan konsep yang berbeda pada setiap pemaknaan kata. Pemaknaan kata yang berbeda diakibatkan terikatnya “kata” tersebut dalam ruang dan waktu. Sejarah pada dasarnya adalah ilmu diakronis, yang memanjang dalam waktu tetapi dalam ruanga yang sempit. Ketika sejarah bersentuhan dengan ilmu soisal maka sejarah memiliki sifat sebagai ilmu sinkronis. Artinya, selain memanjang dalam waktu. Sejarah juga melebar dalam ruang. Jadi lengkaplah sudah, sejarah sebagai ilmu diakronis dan sinkronis.
Selain sebagai ilmu, sejarah bisa dikatakan sebagai seni. Seni yang digunakan dalam sejarah selalu harus taat azas metode dan metodologi sejarahnya. Penulisan sejarah memerlukan intuisi atau ilham, pemahaman langsung dan insting selama masa penelitian berlangsung. Sering terjadi bahwa ketika memilih suatu penjelassan, bukan peralatan ilmu yang berjalan tetapi instuisi. Dalam hal ini kerja sejarawan sama halanya dengan sniman yang bekerja dan ingat sellau akan data-data ang dimilikinya. Intusisi ynag memebawa sejarah memerlukan imajinasi dalam penulisan. Imajinasi dalam sejarah merupakan kemmapuan sejarawan untuk membayangkan suatu peristiwa yang sedang terjadi, dan apa yang terjadi sesudah itu. Penulisan sejarah dengan emosi juga dibenarkan namun harus tetap setia kepada fakta, karena sangat penting untuk, mewarisi nilai. Serta, dalam penulisan sejarah sejarawan memerlukan gaya bahasa. Gaya bahsa yang diapkai bukanlah gaya bahasa yang berbunga-bunga namun gaya bahasa yang lugsa, menarik dan sistematis.
Sejarah yang dianggap sebagai seni akan memberikan sumbangan kepada seni itu sendiri. Sejarah akan memberikan karakteristik pada biografi. Karakterististik seseorang akan nampak pada penulisan biografi, baik biografi individual maupun biografi bersifat kolektif. Melalui seni sejarah kan bercerita dalam plot atau alur. Plot yang dipakai sering kali sama seprti plot yang dipakai novel adalah pengenalan, krisis dan solusi.
Sejarah juga memiliki objek yang dikaji karena sering kali sejarah dianggap sebagai ilmu yanag tidak memiliki objek yang jelas. Sejarah memiliki objek berupa manusia dalam waktu. Waktu dalam pandangan sejarah tak lepas dari manusia. Kemudian, sejarah mampu untuk mengeluarkan teori-teori sendiri yang didasarkan pada objek yang berbeda dengan ilmu-ilmu sosial. Objek penelitian yang berbeda dalah ilmu-ilmu sosial meneliti tentang manusia sedankan sejarah meneliti manusia dalam waktu. Dengan daya kemampuan untuk mengeluarkan teori-teori sejarah juga mempunyai generlisasi. Namun, generalisasi sejarah bersifat idiografis, yang sangat tergantung pada tempat dan waktu teori tersebut bisa dipakai. Dalam penelitian studi sejarah, maka sejarah memerlukan metode dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Metode digunakan sebagai dasar menarik kesimpulan secara hati-hati.
Setelah diyakini bahwa sejarah adalah sebagai ilmu. Kemudian apa yang bisa diberikan ilmu sejarah? Sejarah mampu memberikan konsep yang berbeda pada setiap pemaknaan kata. Pemaknaan kata yang berbeda diakibatkan terikatnya “kata” tersebut dalam ruang dan waktu. Sejarah pada dasarnya adalah ilmu diakronis, yang memanjang dalam waktu tetapi dalam ruanga yang sempit. Ketika sejarah bersentuhan dengan ilmu soisal maka sejarah memiliki sifat sebagai ilmu sinkronis. Artinya, selain memanjang dalam waktu. Sejarah juga melebar dalam ruang. Jadi lengkaplah sudah, sejarah sebagai ilmu diakronis dan sinkronis.
Selain sebagai ilmu, sejarah bisa dikatakan sebagai seni. Seni yang digunakan dalam sejarah selalu harus taat azas metode dan metodologi sejarahnya. Penulisan sejarah memerlukan intuisi atau ilham, pemahaman langsung dan insting selama masa penelitian berlangsung. Sering terjadi bahwa ketika memilih suatu penjelassan, bukan peralatan ilmu yang berjalan tetapi instuisi. Dalam hal ini kerja sejarawan sama halanya dengan sniman yang bekerja dan ingat sellau akan data-data ang dimilikinya. Intusisi ynag memebawa sejarah memerlukan imajinasi dalam penulisan. Imajinasi dalam sejarah merupakan kemmapuan sejarawan untuk membayangkan suatu peristiwa yang sedang terjadi, dan apa yang terjadi sesudah itu. Penulisan sejarah dengan emosi juga dibenarkan namun harus tetap setia kepada fakta, karena sangat penting untuk, mewarisi nilai. Serta, dalam penulisan sejarah sejarawan memerlukan gaya bahasa. Gaya bahsa yang diapkai bukanlah gaya bahasa yang berbunga-bunga namun gaya bahasa yang lugsa, menarik dan sistematis.
Sejarah yang dianggap sebagai seni akan memberikan sumbangan kepada seni itu sendiri. Sejarah akan memberikan karakteristik pada biografi. Karakterististik seseorang akan nampak pada penulisan biografi, baik biografi individual maupun biografi bersifat kolektif. Melalui seni sejarah kan bercerita dalam plot atau alur. Plot yang dipakai sering kali sama seprti plot yang dipakai novel adalah pengenalan, krisis dan solusi.
Sejarah merupakan gabungan antar ilmu dan seni. Sejarah mengajarkan penulisan ilmiah yang bisa ditangkap oleh setiap pembaca sejarah dengan enak dan indah. Sudah lengkaplah ilmu sejarah untuk dikatakan sebagai ilmu dan seni. Namun, ilmu dan senai memiliki perbedaan dan persamaan. Penulisan sejarah perlu memhami metode dan metodologi secara mendalam agar tulisan sejarah tidak jatuh dalam tulisan seni atau tulisan yang dianggap sebagai mitos. Dalam tulisan ibni, kuntowijoyo belum menerangkan secara jelas perbedaan antara seni dan ilmu. Kuntowijoyo juga belum memberikan batasan-batasan secara jelas. Perlu adanya pembacaan lebih jauh lagi, terutama artikel-artikel yang pernah dibuat kuntowijoyo dan membaca penjelasan sejarah.
0 komentar:
Posting Komentar